Powered By Blogger

Selasa, 02 Maret 2010

Bank Syariah, Kesejahteraan, UMKM, dan Pembalikan Piramida Ekonomi

Syariah diturunkan oleh Allah melalui Rasul-Nya untuk membawa kebaikan bagi seluruh alam. Allah berfirman (yang artinya): “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS al-Anbiyā’ (para nabi)/21: 107) .

Al-Syāthibi (wafat 790 H), dalam magnum opus-nya, al-Muwāfaqāt, menyatakan bahwa tujuan dari eksistensi syariah (maqāshid al-syarī`ah) dapat disimpulkan dalam dua hal: mendatangkan maslahat dan menolak mudarat. Kedua hal ini selanjutnya diderivasikan dalam lima aspek mendasar (al-dharūriyyāt al-khams) yang dipelihara oleh syariah, yaitu: (1) hifzh al-dīn (pemeliharaan agama); (2) hifzh al-nafs (pemeliharaan jiwa/nyawa); (3) hifzh al-māl (pemeliharaan harta); (4) hifzh al-`aql (pemeliharaan akal/intelektual); dan (5) hifzh al-nasab (pemeliharaan nasab).

Ada sebagian ulama yang menambahkan aspek keenam, yaitu hifzh al-`irdh (pemeliharaan kehormatan). Seiring dengan perkembangan dan perubahan peradaban, ada pula dari kalangan ulama kontemporer yang menambahkan aspek pemeliharaan lingkungan hidup (hifzh al-bī-ah). Inilah gambaran umum (big picture) kemaslahatan sekaligus kebenaran transendental-universal yang diusung oleh syariah.

Ibn al-Qayyim (wafat 751 H) berkata, “Sesungguhnya bangunan dan pondasi syariah dibangun di atas hikmah dan kemaslahatan para hamba, baik di dunia maupun akhirat. Seluruh syariah adalah keadilan, rahmat, maslahat dan hikmah. Dengan demikian, setiap perkara yang keluar dari keadilan kepada kezaliman, dari maslahat kepada kerusakan, dari hikmah kepada kesia-siaan, dan dari rahmat kepada antipodenya, maka ia bukan termasuk syariah, meskipun ia dimasukkan (oleh sebagian orang) ke dalam syariah dengan metode takwil (yang keliru).” (Lihat: I`lām al-Muwaqqi`īn `an Rabb al-`Ālamīn, vol. III, hlm. 3, Dār al-Jīl, Beirut, 1973.)

Salah satu maslahat terpenting yang menjadi tujuan syariah adalah kesejahteraan sosial. Banyak sekali ayat Quran yang menyebutkan tema ini. Tidak kurang dari 69 (enam puluh sembilan) ayat Quran yang secara literal mengandung kata ‘miskin’ berikut derivasinya seperti faqīr, ba’s, sāil, qāni`, mu`tarr, dha`īf, dan lain-lain. Jumlah ayat akan jauh lebih besar apabila ayat-ayat yang secara kontekstual membahas tentang kemisikinan namun tidak mengandung kata-kata miskin dan turunannya diperhitungkan. Selain itu, terdapat tidak kurang dari 42 (empat puluh dua) ayat Quran yang secara eksplisit membahas tentang zakat. Jumlah ayat tersebut di atas jauh lebih banyak dibandingkan ayat yang berbicara tentang larangan riba (7 ayat) dan maisir atau perjudian (3 ayat). (Lihat: al-Mu`jam al-Mufahras li Alfāzh al-Qur’ān al-Karīm, karya Muhammad Fuād `Abd al-Bāqi dan Fiqh al-Zakāh, karya Prof. Dr. Yūsuf al-Qaradhāwi.)

Tujuan syariah untuk menciptakan kesejahteraan sosial ini seharusnya menjadi ruh dan spirit bagi industri perbankan syariah selaku institusi yang menisbatkan dirinya kepada syariah. Dengan demikian, bank syariah bukanlah bank yang hanya sekedar concern dengan aspek legal-formal yang dirumuskan dengan larangan “maghrib”—yang merupakan akronim dari maisīr (judi), gharar (spekulasi) dan ribā (usury). Namun lebih daripada itu, bank syariah adalah industri keuangan yang ter-shibghah dengan semangat peningkatan kesejahteraan sosial sebagai pengejawantahan nilai-nilai kemanusiaan universal (habl minannās) dalam rangka peribadahan dan pengabdian kepada-Nya (habl minallāh).

Semangat menciptakan kesejahteraan sosial direpresentasikan oleh industri perbankan setidaknya dalam dua hal: tingkat FDR/LDR (Financing/Loan to Deposit Ratio) yang tinggi dan keberpihakan kepada sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). FDR/LDR adalah rasio yang menjelaskan tentang seberapa tinggi bank syariah/konvensional mampu menyalurkan dana yang telah dihimpunnya dari masyarakat ke sektor riil (financial intermediary function). FDR/LDR yang semakin tinggi menyebabkan sektor perekonomian berjalan semakin baik dan pada akhirnya kesejahteraan menjadi semakin meningkat.

FDR/LDR bank syariah dari tahun ke tahun senantiasa lebih tinggi dibandingkan bank konvensional. Pada tahun 2008, FDR/LDR bank syariah adalah sebesar 103,34% dibandingkan bank konvensional sebesar 74,58%. Per Agustus 2009, FDR/LDR bank syariah mengalami penurunan, yaitu menjadi 99,71%, namun masih tetap lebih tinggi dibandingkan bank konvensional yang FDR/LDR-nya sebesar 73,95%, yang juga mengalami penurunan dibandingan sebelumnya. (Source: situs resmi Bank Indonesia: http://www.bi.go.id.)

Dengan demikian, bank syariah menghindari hal-hal spekulatif (gharar) yang menyebabkan bubble economy, sehingga memiliki kecenderungan yang lebih untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor riil. Hal ini berkontribusi positif pada peningkatan Gross Domestic Product (GDP) dan kesejahteraan sosial.

Hal lain yang diusung oleh bank syariah dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial adalah concern terhadap sektor UMKM yang merupakan bottom of the pyramid (meminjam istilah C.K. Prahalad dalam bukunya, The Fortune At The Bottom of The Pyramid) dalam sektor perekonomian di Indonesia. Ketangguhan sektor UMKM dalam menghadapi perubahan kondisi ekonomi sudah terbukti. Sektor ini tetap tumbuh selama masa krisis. Dari tahun ke tahun, jumlah pengusaha yang terjun dalam sektor ini terus meningkat sehingga UMKM dan menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia.

UMKM memiliki kontribusi yang sangat signifikan terhadap GDP nasional. Pada tahun 2007, dari total GDP nasional yang mencapai angka Rp 3.957,4 triliun, UMKM menyumbangkan sebesar Rp 2.121,3 triliun. Angka ini naik dari total GDP yang disumbangkan UMKM pada tahun 2006 sebesar Rp 1.786,2 triliun.

Peran sektor UMKM dalam menyerap tenaga kerja juga sangat signifikan. Selama 2004, sektor ini mampu menyerap hampir 97% tenaga kerja yang tersedia. Dan, pada tahun 2009 pertumbuhan UMKM mencapai 10%. Ini disebabkan oleh tingginya pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat krisis keuangan global yang membuat para pekerja beralih profesi menjadi wirausahawan.

Peran UMKM dalam perkembangan perekomomian nasional sangat penting, namun sektor ini masih memiliki kendala dalam hal legalitas, sumber daya manusia (SDM), rendahnya produktivitas, dan khususnya permodalan. (Source: situs resmi Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia: http://www.depkop.go.id.)

Bank syariah memiliki perhatian besar dalam hal pemberian modal kepada sektor UMKM. Hal ini dikarenakan bank syariah berupaya melakukan flipping up the pyramid (pembalikan piramida ekonomi; meminjam istilah Direktur Utama PT Bank Syariah Mandiri (BSM), Bp. Yuslam Fauzi, dalam sebagian ceramahnya). Per Agustus 2009, porsi pembiayaan UMKM perbankan nasional adalah sebesar 50,7%, sedangkan porsi pembiayaan UMKM bank syariah sebesar 72,8%. (Source: Situs resmi Bank Indonesia: http://www.bi.go.id.)

Pembalikan piramida ekonomi bukanlah suatu utopia. Hal ini sudah pernah terjadi dalam catatan sejarah, misalnya pada zaman kekhalifahan `Umar ibn `Abd al-`Azīz. Pada saat itu, hampir-hampir tidak ada dan tidak ditemukan orang yang mau menerima zakat (mustahiqq).

Akhir kata, semoga bank syariah tetap berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, sebagaimana tujuan dari eksistensi syariah itu sendiri, yaitu dengan cara menjalan fungsinya sebagai financial intermediary dengan baik dan fokus kepada sektor UMKM.

Salam,

adni kurniawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar